Wednesday, April 2, 2014

Sampai Kapan Mereka Harus Mandi Air Lumpur

Posted by Blogger Name. Category:

Sampai Kapan Mereka Harus Mandi Air Lumpur

KEDIRI -  Desa-desa korban erupsi Gunung Kelud terus menggeliat. Rumah-rumah yang ambruk dan rusak sudah bisa dihuni kembali, meski belum seratus persen normal.

Namun, yang masih jadi masalah adalah air bersih. Sebagian warga masih terpaksa mandi air bercampur lumpur dan air hujan.
Akhir pekan kemarin, Surya melihat lokasi-lokasi yang terkena dampak parah dari erupsi Kelud. Di antaranya Kecamatan Puncu, Ngancar, Kepung, Plosoklaten Kabupaten Kediri, serta Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang.
Lokasi ini merupakan area yang paling dekat dengan puncak Kelud. Apabila ditarik garis lurus dari puncak Kelud, Kecamatan Puncu hanya berjarak sekitar 4 kilometer sebelah barat gunung. Sedang Kecamatan Ngantang berjarak sekitar 6 kilometer di sisi timur gunung.
Bekas letusan Gunung Kelud 14 Februari lalu itu masih belum sepenuhnya terhapus dari desa-desa di kaki gunung itu. Material vulkanik berupa pasir dan batu masih terlihat menumpuk di halaman.
Saat erupsi terjadi, material semburan kelud itu berserakan tak karuan, menutupi genting, halaman rumah, dan jalanan. Pepohonan dan tanaman tak luput dari siraman debu. Seisi kampung berselimut debu putih.
Sepulang dari pengungsian, warga dibantu aparat dan relawan bekerja keras, bersih-bersih rumah dan kampung. Nah, tumpukan meterial di halaman rumah itu merupakan hasil bersih-bersih.
Kegiatan warga juga mulai normal. Kondisi itu bisa dilihat aktivitas pasar sudah pulih, belajar mengajar di sekolahan kembali normal, dan kantor-kantor layanan publik seperti balai desa, kantor kecamatan, dan lain-lain sudah banyak didatangi warga.
Namun, ada satu yang masih jauh dari pulih, yaitu ketersediaan air bersih. Warga merasakan betul susahnya kekurangan air bersih ini, terutama warga di sejumlah kecamatan di Kediri.
Krisis air ini terjadi karena sumber air andalan mereka mampet tersumbat material erupsi. Selain itu, kolam pengolahan dan semua pipa jaringan distribusi air porak-poranda diterjang lahar dingin pasca-erupsi.
Warga tak kuasa memperbaikinya. Butuh dana besar untuk memfungsikan kembali jaringan pipa yang menyuplai air ke sejumlah desa itu.
Mampetnya sumber air bersih membuat warga terpaksa menggantungkan kebutuhan air bersih dari pasokan Palang Merah Indonesia (PMI) dan PDAM kabupaten.
Setiap hari, secara bergiliran, truk tangki berisi air bersih mengisi profile tank (tandon) yang terpasang di depan sejumlah rumah warga.
Masing-masing tandon berkapasitas 1.100 liter itu disiapkan untuk 10 rumah atau kepala keluarga (KK). Jadi, tiap KK kebagian 110 liter per hari.
Warga biasanya hanya menggunakannya untuk memasak dan minum. Ada juga warga yang memanfaatkannya untuk mandi, namun jumlahnya sangat minim.
“Kalau untuk makan dan minum mungkin masih cukup. Kalau dipakai sekalian untuk mandi, ya tentu kurang. Jadinya kami kadang mandi sehari ya sekali, itupun sekali mandi hanya pakai air satu ember kecil. Kami sangat hemat air,” ujar Sugiono, warga Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri.
Untuk mandi dan keperluan lain, warga nekat menggunakan air yang mengalir di parit-parit. Tentu saja kondisinya keruh. Air ini berasal dari rembesan atau bocoran mata air yang bercampur lumpur.
“Airnya keruh karena pipa salurannya hancur. Ini menyebabkan lumpur, pasir, dan kerikil, ikut terbawa aliran. Warga tidak berani memanfaatkannya untuk minum, karena khawatir masih mengandung belerang yang berbahaya bagi kesehatan,” ujar Sugianto, perangkat desa Puncu yang bertugas mengendalikan aliran air.
Sebelum erupsi, air dari sumber di Jeding Miring itu mengalir ke perkampungan warga dalam kondisi sangat bersih.
Maklum, dalam situasi normal dulu, air dari sumber Jeding Miring dialirkan dulu ke kolam-kolam pengolahan, sebelum disalurkan ke lima desa, yang tersebar di Kecamatan Puncu dan Kepung. Distribusi dilakukan menggunakan jaringan pipa.
Kini, sumber air, kolam pengolahan dan jaringan pipa, semuanya rusak akibat erupsi dan banjir lahar dingin. “Kami sedang mencari sumber baru di Damar Wuluh. Kami sedang petakan untuk menyambung pipa,” kata Bambang, Kepala Desa Puncu.
Bambang dan warga tidak tahu, sampai kapan mereka akan mandi menggunakan air bercampur lumpur. Yang pasti, mereka berharap Pemprov Jatim serta pemkab segera membangun kembali bak pengolahan agar air bersih supaya bisa mereka nikmati seperti dulu lagi.
“Saya sudah sampaikan permohonan itu ke pemprov dan pemkab. Tetapi, sampai sekarang belum ada respons,” pungkas Bambang.
TRIBUNNEWS.COM
◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Donate