Posted by Blogger Name. Category:
Berita Dalam Negri
Politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka memenuhi panggilan
Bawaslu. Sedianya dia dimintai keterangan terkait laporan dugaan
kampanye yang menggunakan fasilitas pemerintah di stasiun Depok Jawa
Barat beberapa waktu lalu.
Menurut dia, pihak pelapor tidak berada di lokasi ketika dirinya berkampanye. Data laporan dengan kegiatan yang dilakukan tidak sinkron.
"Selama hampir 3 jam, kita bisa menganalisa sebetulnya pihak pelapor tidak ada saat peristiwa terjadi. Apa yang dilaporkan dengan kegiatan yang saya lakukan tidak sama," kata Rieke di kantor Bawaslu, Jl. Thamrin, Jakarta, Jumat (20/6).
Menurut dia, pelapor salah menyatakan dia membagi-bagikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Tak ada bukti kartu tersebut yang dilampirkan pelapor dalam berkas laporan.
"Dilaporkan saya bagikan-bagikan kartu Indonesia sehat dan Indonesia pintar. Tidak ada barang bukti dari pelapor dari kartu yang menurutnya dibagikan oleh saya," kata dia.
Untuk menunjukkan bukti, Rieke bersama timnya membawa KIS dan KIP dalam bentuk raksasa. Rieke menyatakan, dalam kampanyenya hanya menunjukkan satu contoh kartu tersebut. Jadi dalam kampanye itu hanya ada satu contoh kartu dan tidak ada bagi-bagi kartu seperti yang dilaporkan.
"Nyatanya saya hanya menunjukkan kartu Indonesia sehat dan pintar dalam bentuk banner. Jadi sosialisasi ini hanya satu kartu," pungkas dia. Diketahui, Rieke dilaporkan ke Bawaslu karena diduga melakukan pelanggaran dengan berkampanye di Stasiun Depok, Jawa Barat, Minggu (15/6). Komunitas Pengguna Kereta Rel Listrik (KPKPRL) yang melaporkan dugaan penggunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan kampanye pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang dilakukan oleh Rieke.
"Sebagai anggota DPR yang melek hukum, Rieke seharusnya tahu larangan berkampanye dengan menggunakan fasilitas pemerintah. Stasiun KRL ini adalah fasilitas milik pemerintah," kata Koordinator KPKPRL Priyanto di kantor Bawaslu, Rabu (18/6).
Dalam laporan KPKPRL ke Bawaslu, Rieke dilaporkan karena membagi-bagikan Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar yang menjadi jualan Jokowi di Pilpres 2014. Hal ini dinilai melanggar aturan kampanye karena menggunakan fasilitas negara untuk berkampanye.
Menurut dia, pihak pelapor tidak berada di lokasi ketika dirinya berkampanye. Data laporan dengan kegiatan yang dilakukan tidak sinkron.
"Selama hampir 3 jam, kita bisa menganalisa sebetulnya pihak pelapor tidak ada saat peristiwa terjadi. Apa yang dilaporkan dengan kegiatan yang saya lakukan tidak sama," kata Rieke di kantor Bawaslu, Jl. Thamrin, Jakarta, Jumat (20/6).
Menurut dia, pelapor salah menyatakan dia membagi-bagikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Tak ada bukti kartu tersebut yang dilampirkan pelapor dalam berkas laporan.
"Dilaporkan saya bagikan-bagikan kartu Indonesia sehat dan Indonesia pintar. Tidak ada barang bukti dari pelapor dari kartu yang menurutnya dibagikan oleh saya," kata dia.
Untuk menunjukkan bukti, Rieke bersama timnya membawa KIS dan KIP dalam bentuk raksasa. Rieke menyatakan, dalam kampanyenya hanya menunjukkan satu contoh kartu tersebut. Jadi dalam kampanye itu hanya ada satu contoh kartu dan tidak ada bagi-bagi kartu seperti yang dilaporkan.
"Nyatanya saya hanya menunjukkan kartu Indonesia sehat dan pintar dalam bentuk banner. Jadi sosialisasi ini hanya satu kartu," pungkas dia. Diketahui, Rieke dilaporkan ke Bawaslu karena diduga melakukan pelanggaran dengan berkampanye di Stasiun Depok, Jawa Barat, Minggu (15/6). Komunitas Pengguna Kereta Rel Listrik (KPKPRL) yang melaporkan dugaan penggunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan kampanye pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang dilakukan oleh Rieke.
"Sebagai anggota DPR yang melek hukum, Rieke seharusnya tahu larangan berkampanye dengan menggunakan fasilitas pemerintah. Stasiun KRL ini adalah fasilitas milik pemerintah," kata Koordinator KPKPRL Priyanto di kantor Bawaslu, Rabu (18/6).
Dalam laporan KPKPRL ke Bawaslu, Rieke dilaporkan karena membagi-bagikan Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar yang menjadi jualan Jokowi di Pilpres 2014. Hal ini dinilai melanggar aturan kampanye karena menggunakan fasilitas negara untuk berkampanye.
